Translate

Senin, 10 November 2014

FESTIVAL MANTEN KUCING


Manten Kucing merupakan tradisi budaya dari daerah Tulungagung. Pada tahun 2010, keberadaan tradisi budaya Manten Kucing difestivalkan dalam rangka memperingati Hari Jadi Tulungagung ke-805. Festival Manten Kucing  tersebut di-ikuti 19 (Sembilan belas) kecamatan yang ada di Kabupaten Tulungagung. Acara tersebut dilaksanakan pada hari kamis, 25 November 2010, kegiatan festival Manten Kucing tersebut berpusat di kawasan Kota Tulungagung.
Festival tersebut baru pertama kalinya diadakan di Kabupaten Tulungagung, hal itu untuk memperkenalkan kepada generasi muda, bahwasanya Manten Kucing adalah tradisi budaya khas Tulungagung. Tradisi Manten Kucing biasanya diadakan di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat tersebut merupakan upacara tradisi untuk meminta diturunkan hujan.
Uniknya di festival tersebut terdapat kolaborasi antara Manten Kucing dengan kesenian lain, antara Manten Kucing dengan Reog Gendang, Jaranan Jawa dan Hadrah (sholawatan). Sehingga kolaborasi tersebut mendapat sambuatan hangat dari masyarakat, begitu pula para pelajar saat festival itu juga ikut serta menonton. Secara tidak langsung akan menumbuhkan pengetahuan, pemahaman serta mengenali asset budaya tradisi Manten Kucing.
Dalam satu sisi, diadakannya festival Manten Kucing ini memang baik untuk memperkenalkan asset wisata budaya daerah. Namun disisi lain, kesakralan upacara Manten Kucing didalam festiva l tersebut sudah tidak terasa kesakralannya lagi. Sebab budaya sudah menjadi tontonan, bukan lagi tuntunan. Penulis merasakan kesakralan upacara Manten Kucing saat mengikuti prosesi upacara di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat. Sehingga simpulan sederhana adalah kita harus mampu untuk memilah-milah didalam mengembangkan dan memberdayakan asset wisata daerah, agar nilai-nilai dan pesan moralnya tidak hilang, bukan hanya sekedar hiburan.
Pergeseran nilai yang sangat mengkhawatirkan tersebut dapat kita lihat jelas, karena menggejala secara mencolok di sekitar kita, yang antara lain adalah; (1). Nilai moral lebih murah daripada nilai materi; (2). Tuhan terasa jauh dan uang terasa dekat; (3). Produk-produk budaya asing lebih digandrungi daripada produk-produk budaya sendiri; (4). Kepentingan agama, politik, dan ekonomi dicampur adukan, sehingga batas-batasannya menjadi jelas; (5). Kekerasan sering digunakan untuk menyelesaikan perbagai persoalan dalam masyarakat (Ayu Sutarta, 2004:173).
Sehingga untuk Ndudhuk, Ndhudhah dan Nggugah asset budaya daerah harus memiliki konsep yang matang. Mengembangkan dan memberdayakan asset budaya daerah tidak harus mengorbankan unsur nilai-nilai positif yang sudah ada. Dari dulu hingga sekarang, budaya adalah pembelajaran yang . konkrit dan fleksibel.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar