Translate

Minggu, 23 November 2014

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK ANAK MASA SEKOLAH



     A.      Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah

Pada perkembangannya, individu akan selalu dituntuk untuk terus belajar baik pembelajaran yang didapatnya secara formal di lembaga pendidikan maupun non formal pada masyarakat / lingkungan.
Pada usia sekolah, individu akan mengalami perkembangan-perkembangan yang akan mempengaruhi kehidupannya. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) yang disadur dari buku Perkembangan Peserta Didik  (Sitti Hartinah, 2008:201), masa  remaja meliputi :
(1) remaja awal : 12-15 tahun, 
(2) remaja madya: 15-18 tahun, dan 
(3) remaja akhir: 19-22 tahun.
Siswa sekolah menengah menempati fase remaja awal dan remaja akhir. Penekanan pada pembahasan karakteristik siswa usia sekolah pada tingkatan sekolah menengah ini karena pada masa perkembangan remaja, seseorang akan menghadapi krisis berkaitan dengan kesadaran akan jati diri dan terjadi peralihan kearah kematangan pribadi sebagai seorang dewasa.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Selain itu, perkembangan anak dari sisi sosial, terutama anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

      B.     Perkembangan Fisik-Motorik
Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang beranjak matang maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Dia menggerakkan anggota badannya dengan tujuan yang jelas seperti :
  Menggerakkan tangan untuk menulis, menggambar, mengambil makanan,melempar bola dan sebagainya.
    Menggerakkan kaki untuk menendang bola, lari mengejar lari mengejar teman pada samain kucing-kucingan dan sebagainya.
Fase atau usia sekolah dasar (7-12) tahun ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik halus maupun kasar.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Sesuai dengan perkembangan fisik atau motorik anak yang sudah siap untuk menerima pelajaran keterampilan, maka sekolah perlu memfasilitasi perkembangan motorik anak itu secara fungsional. Upaya-upaya sekolah untuk memfasilitasi perkembangan motorik secara fungsional tersebut, diantaranya sebagai berikut:
     1. Sekolah merancang pelajaran keterampilan yang bermanfaat bagi perkembangan atau kehidupan anak.seperti mengetik,menjahit,merupa,atau kerajinan tangan lainnya.
  2. Sekolah memberikan pelajaran senam atau olahraga kepada para siswa, yang sejenisnya disesuaikan dengan usia siswa
    3. Sekolah perlu merekrut (mengangkat) guru-guru yang memiliki keahlian dalam bidang-bidang tersebut diatas.
      4. Sekolah menyediakan sarana untuk keberlangsungan penyelenggaraan pelajaran tersebut,
Menurut  Hurlock (1978) pencapaian kemampuan-kemampuan tersebut kemudian mengarah pada pembentukan keterampilan (skill). Keterampilan yang dipelajari dengan baik akhirnya akan menimbulkan kebiasaan.Perkembangan psikomotorik berhubungan erat dengan perilaku individu. Pada aspek sosial, masa remaja adalah masa mencari jati diri. Keterampilan sosial berkembang pada konteks remaja ketika ia berinteraksi dengan orang lain terutama dengan teman sebayanya
Percakapan mengenai topik-topik tertentu dalam pergaulan membantu siswa melihat berbagai hal dari berbagai sudut pandang yang selanjutnya mengembangkan cara berpikirnya. Sedangkan pada aspek moral dan emosi, masa remaja adalah masa-masa yang sensitif dan reaktif bahkan ada yang cenderung temperamental. Kondisi ini diakibatkan oleh lingkungan yang tidak yang tidak baik.

       C.    Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang intelektual  menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif.
Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut Piaget masa ini berada pada tahap operasi konkret yang ditandai dengan kemampuan:
       1. Mengklasifikasikan  benda-benda berdasarkan ciri yang sama.
        2. Menyusun atau mengasosiasikan angka-angka atau bilangan
         3. Memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana
Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan seperti membaca,menulis,dan berhitung.
Untuk mengembangkan daya nalarnya, daya cipta, atau kreativitas anak, maka kepada anak perlu diberi peluang-peluang untuk bertanya,berpendapat,atau menilai (memberi kritik) tentang berbagai hal yang terkait dengan pelajaran atau peristiwa yang terjadi di lingkungan.
Peserta didik mulai berpikir secara hipotesis dalam menyelesaikan masalah yaitu mencari sumber permasalahan, mengkaji dan mencari alternative pemecahannya.
Sistem persekolahan dan keadaan social ekonomi mempengaruhi terjadinya perbedaan pada perkembangan kognitif anak didik, demikian pula dengan budaya, sistem nilai, dan harapan dalam masyarakat.

       D.    Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan salah satu alat vital dalam perkembangan kognitif. Konsep-konsep permasalahan yang dikaji akan lebih mudah dimengerti dengan bantuan bahasa. Kemampuan berbahasalah yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa termasuk dapat berbentuk lisan atau tulisan dengan mempergunakan tanda (coding), huruf (alphabetic), bilangan (numerical atau digital), sinar atau cahaya yang dapat merupakan kata-kata (word) atau kalimat (sentences). Mungkin pula berbentuk gambar atau lukisan (drawing, picture), gerak-gerik (gestures) dan mimic serta bentuk-bentuk simbol ekspresif lainnya

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan,isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata,simbol,lambang,gambar,atau lukisan. Melalui bahasa setiap manusia dapat mengenal dirinya, sesamanya, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama.
Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Pada awal masa ini, anak sudah nmenguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir anak telah dapat menguasai sekitar 5000 kata.
Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengar cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini tingkat berfikir anak sudah lebih maju,dia banyak menayakan waktu dan soal-akibat
Di sekolah,perkembangan bahasa anak ini diperkuat dengan diberikannya mata pelajaran bahasa indonesia (bahkan disekolah-sekolah tertentu diberikan bahasa inggris). Dengan diberikannya pelajaran bahasa disekolah, para siswa diharapkan dapat menguasai dan menggunakannya sebagai alat untuk:
       1.      Berkomunikasi secara baik dengan orang lain
       2.      Mengekspresikan pikiran,perasaan,sikap atau pendapatnya
       3.      Memahami isi dari setiap bahan bacaaan yang dibacanya.
Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa atau keterampilan berkomunikasi anak melalui tulisan, sebagai cara untuk mengekspresikan perasaan,gagasan, atau pikirannya maka sebaiknya kepada anak dilatihkan untuk membuat karangan atau tulisan tentang berbagai hal yang terkait dengan pengalaman hidupnya sendiri, atau kehidupan pada umumnya, seperti menyusun autobiografi,kehidupan keluarga,cara-cara memelihara lingkungan, cita-citaku, dan belajar untuk mencapai sukses.

       E.     Perkembangan Emosi

Pada usia sekolah (khususnya dikelas-kelas tinggi, kelas 4,5,6) anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima,atau tidak disenangi oleh orang lain. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperolehnya melalui peniruan dan latihan.
            Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apalagi anak dikembangkan dilingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cendrung stabil atau sehat. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stanil atau kurang kontrol maka perkembangan emosi anak cendrung kurang stabil atau tidak sehat
            Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu , dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi positif seperti perasaan senang bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memerhatikan penjelasan guru, membaca buku,aktif berdiskusi, mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah,dan disiplin dalam belajar.
            Sebaliknya, apabila yang menyertai proses belajar itu emosi yang negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak berbagairah, maka proses belajar tersebut akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
            Mengingat hal tersebut, maka guru seyogianya mempunyai kepedulian untuk menciptakan suasana proses belajar-mengajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar siswa secara efektif. Upaya yang dapat ditempuh guru dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif itu adalah sebagai berikut:
  1. Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan ,seperti guru bersikap ramah,tidak judes atau galak.
  2. Memperlakukan siswa sebagai individu yang mempunyai harga diri, seperti guru menghargai pribadi, pendapat,dan hasil karya siswa, dan tidak mencemoohkan atau melecehkan pribadi,pendapat, dan hasil karya siswa serta tidak menganakemaskan atau menganaktirikan siswa
  3. Memberikan nilai secara adil dan objektif
  4. Menciptakan kondisi kelas yang tertib, bersih,dan sehat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar